tag:blogger.com,1999:blog-83186491971905773532024-03-05T21:01:19.820-08:00|Rumah Desa|Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.comBlogger20125tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-38835648040483412172011-09-16T21:26:00.000-07:002011-09-16T21:47:41.242-07:00Gema Takbir Di Pelosok Negeri<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiRKYV0n4YwV0UsXEIb-C047EvDtCjgzinWOEuzHhFUHMoJVgbKa14PRWeigWtKrLd6WgwgfJUkmgA3Tlbs7ag7Z_xR3hz6UBfmigcf26seJjc4Jb-EmgLhPrIt63szanyUxMZdRO7uBs/s1600/P1000723.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiRKYV0n4YwV0UsXEIb-C047EvDtCjgzinWOEuzHhFUHMoJVgbKa14PRWeigWtKrLd6WgwgfJUkmgA3Tlbs7ag7Z_xR3hz6UBfmigcf26seJjc4Jb-EmgLhPrIt63szanyUxMZdRO7uBs/s200/P1000723.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5653182864699661650" border="0" /></a>Jelang idul fitri 1432 H, Takbir menggema di mana-mana. Tak ketinggalan, masyarakat pedesaan pun menyambutnya denga gembira. Meskipun dilaksanakan dengan sangat sederhana, namun mereka berupaya memeriahkanya dengan berbagai kegiatan.<span class="fullpost"><br /><br />Beberapa bentuk kegiatan seperti lomba pukul beduk, pukul kendi, sepak bola dangdut sengaja dilaksaakan supaya nuansa lebaran dapat dirasakan meriah oleh masyarakat yang jauh dari akses publik ini. Puncaknya adalah pawai takiran yang juga sengaja dilombaka.<br /><br />Menurut ketua Ketua Painitia, Akmaluddin, kegiatan ini penting agar daerah pedesaan juga mendapat spirit yang kian baik dalam menyambut hari-hari besar Isalam. "Semoga kami isa melaksanakannya setiap hari besar, meskipun dengan sederhana", harapnya.<br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-31220177693071428332011-05-15T02:51:00.000-07:002011-05-15T02:53:23.617-07:00Audiensi Dengan DPRD Lombok Timur<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVlhctA7LJkGuKyRdCkGgA19Z_d6LB4__dnlreQqt-OnkiAaWdDyXrbfVSYnRQrfAOeG5dp5qMl-Jl37mSjnqf0irOIdXyCgmx2bS096gfFKgdY4A9Sd7qLdXA-isRfhvYdn3jfbGHxGk/s1600/Audiensi+DPRD+Lotim.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 283px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVlhctA7LJkGuKyRdCkGgA19Z_d6LB4__dnlreQqt-OnkiAaWdDyXrbfVSYnRQrfAOeG5dp5qMl-Jl37mSjnqf0irOIdXyCgmx2bS096gfFKgdY4A9Sd7qLdXA-isRfhvYdn3jfbGHxGk/s400/Audiensi+DPRD+Lotim.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5606878744831342338" border="0" /></a><br /><span class="fullpost"></span>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-68891434065382982642011-05-14T10:10:00.000-07:002011-05-14T10:25:23.949-07:00KUBE Anugerah Rinjani Budidaya 60 Ribu Ikan Nila<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQo1nETZ25aMPpIFONAEKBE7jjEfl5xhEcCHFmEu89UsULyuicDREOThQUG2lg0ZJwrnEj-JGrs4msWKZRdnO68_hEX922H3s6fehINxd5xA0pQKkPCmFN3dgnOcS7eGrtf7JeyWzyi2E/s1600/P1000481.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQo1nETZ25aMPpIFONAEKBE7jjEfl5xhEcCHFmEu89UsULyuicDREOThQUG2lg0ZJwrnEj-JGrs4msWKZRdnO68_hEX922H3s6fehINxd5xA0pQKkPCmFN3dgnOcS7eGrtf7JeyWzyi2E/s200/P1000481.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5606621384359669826" border="0" /></a>Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Anugerah Rinjani mengelola enam unit kolam ikan. KUBE bentukan sekaligus binaan Rumah Desa; Pusat Pengembangan Sumberdaya Pemuda Pedesaan ini membudidaya sekitar 60.000 ekor ikan nila yang dikelola oleh 10 orang anggota.<span class="fullpost"><br /><br />Berdasarkan analisis usaha, budidaya ikan nila yang dikelola ini cukup menguntungkan. Dari 60.000 ekor bibit ikan nila ini berpotensi menghasilkan sekitar 6 ton ikan dengan margin error 50 persen. Jumlah ini jika berat ikan mencapai 5 per 1 kg ikan yang dipelihara selama sekitar 6 bulan.<br /><br />"Terlepas dari keuntungan yang didapat, tapi kami menikmati jenis usaha ini karena tidak menghambat aktifitas yang lain," kata koordinator KUBE Anugerah Rinjani, Akmaludin.<br /><br />Oleh karena itu, Akmal menghimbau anggota dan kader Rumah Desa lainnya untuk bergabung di KUBE ini. Rencananya, kube dalam jenus usaha budidaya ikan nila yang dilounching 15 Januari 2011 lalu ini akan menerapkan sistem bergulir. Modal yang digunakan oleh anggota pada budidaya periode pertama ini akan dikembalikan kepada Rumah Desa untuk kemudian diserahkan kepada anggota lain untuk mengelolanya kembali.<br /><br />Sementara itu, anggota yang telah mengelola dana pada periode pertama ini akan mengelola usaha budidaya sendiri yang bermodal dari keuntungan pada periode tersbut, demikian seterusnya. (rd) <br /><br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-90058935840553396912011-05-14T09:30:00.000-07:002011-05-14T10:03:48.468-07:00Rumah Desa Tuntut Pengaspalan Jalan<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJJxvybK26fB27JGSPsSVnTXsO7NfhXOan-uwu8KpmbZhwSzwlG0zOBDPMccXdY3w8vrzN9K0aF_hZYN-6zN8cNJVyQv5hhCrkPB-TZkB0YA9l51brXDgFXB3ON_qne0tBX3WWGpl0tHA/s1600/P1000540.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJJxvybK26fB27JGSPsSVnTXsO7NfhXOan-uwu8KpmbZhwSzwlG0zOBDPMccXdY3w8vrzN9K0aF_hZYN-6zN8cNJVyQv5hhCrkPB-TZkB0YA9l51brXDgFXB3ON_qne0tBX3WWGpl0tHA/s200/P1000540.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5606610633539536706" border="0" /></a>Rumah Desa; Pusat Pengembangan Sumberdaya Pemuda Pedesaan mendatangan Komisi IV DPRD Kabupaten Lombok Timur di Selong (02/05/2011). Kedatangan mereka dalam rangka meminta DPR untuk mengaspal jalan jalur Montong Baan-Pringgajurang.<span class="fullpost"> Oleh karena itu, Komisi IV juga menghadirkan pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Lombok Timur.<br /><br />Dalam audiensinya, 11 orang pengurus Rumah Desa yang dipimpin oleh ketuanya, Muhamin Jayadi menyebutkan bahwa kondisi jalan jalur Montong Baan-Pringgajurang tidak layak pakai sejak rusak pasca pengasapalan pertama tahun 2000. Padahal jalan tersebut merupakan jalan strategis karena jalur lurus menuju wisata air terjun Otak Kokok.<br /><br />Yang tak kalah pentingnya menurut Muhamin adalah jalan tersebut melewati kawasan pertanian. Jadi dalam rangka memasarkan hasil pertaniannya, mereka membutuhkan jalan yang layak. Tidak seperti kondisi saat ini yang rusak, jembatan bolong dan dilalui air deras saat musim hujan.<br /><br />Selain itu, jalan ini sangat dibutuhkan oleh para pelajar. Dengan kondisi jalan seperti ini membuat para pelajar enggan pergi ke sekolah. "Untuk sekolah setingkat SLTP saja, pelajar sekitar harus menempuh 2,5 km dengan jalan kaki. Di sebelah barat ada SMPN Montong Gading, di sebelah timur MTs NW Loyok lewat jalur persawahan. Di sebelah selatan MTs NW Montong Baan dan di sebelah utara MTs. NW Pringgajurang. Semuanya dilalui dengan kondisi yang tidak layak," terangnya.<br /><br />Jadi dalam rangka meningkatkan sumberdaya ekonomi dan pendidikan masyarakat yang tinggal di kawasan jalan ini, maka pemerintah harus memperbaiki jalannya. Terdapat sekitar 5000 penduduk yang berkepentingan dengan jalan yang melewati empat wilayah desa tersbut yaitu Montong Baan, Pringgajurangf, Loyok dan Montong Betok. (rd)<br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-11356828424227681482010-05-06T09:33:00.000-07:002010-06-25T14:16:43.777-07:00Kaos Rumah Desa<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyY_vfh2mjZzCQU6QNALfoL9tvlgavK5oe6LXJP8KbnytQwpPBSIpdAXE3SZ77NAKNA4iM_T87SetZHLUZzjpjZ5wTzhNOr2gTFPDodUkVikBbaXhXrIhgtDiRaQMBNzv85hPQfuvjO68/s1600/Kaos+RD_Belakang2.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 187px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyY_vfh2mjZzCQU6QNALfoL9tvlgavK5oe6LXJP8KbnytQwpPBSIpdAXE3SZ77NAKNA4iM_T87SetZHLUZzjpjZ5wTzhNOr2gTFPDodUkVikBbaXhXrIhgtDiRaQMBNzv85hPQfuvjO68/s200/Kaos+RD_Belakang2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5486820753886839234" border="0" /></a>Dari sehelai kaos akan tercipta solidaritas tinggi. Kaos ini merupakan kaos persatuan pengurus dan anggota binaan Rumah Desa. Kaos ini dikenakan pada setiap moment dan kegiatan yang melibatkan pengurus dan anggota binaan seperti camping, resepsi dan nyongkolan atau kegiatan-kegiatan di lapangan lainnya.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Dapatkan kaos Rumah Desa, dan tunjukkan kekompakanmu. "RUMAH DESA; Dari Desa Membangun Bangsa"</div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-69258214463179336252010-05-03T01:30:00.000-07:002010-05-03T01:46:32.230-07:00Pembuatan Kolam Lele<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqSXO_zLYW_klX_9y2doSgyRdVXMQaqXeONowYJMa_loMqCOJF4XKL1W_8-ZzKuDr2X4souv58rErRmCHGIZBumrxXMn2bRLNXUtBul9nlNckI4u2hMoJmKNURKlWSUu6IbLFdeM6tFEI/s1600/Image018.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqSXO_zLYW_klX_9y2doSgyRdVXMQaqXeONowYJMa_loMqCOJF4XKL1W_8-ZzKuDr2X4souv58rErRmCHGIZBumrxXMn2bRLNXUtBul9nlNckI4u2hMoJmKNURKlWSUu6IbLFdeM6tFEI/s200/Image018.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5466960829877876370" border="0" /></a>Salah satu program Rumah Desa adalah pengembangan usaha perikanan. Tampak dalam gambar, para pengurus dan anggota sedang membuat kolam ikan untuk budi daya ikan lele.<br /><br />Dokumentasi: 27 Maret 2010</div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-85797019551622400392010-02-24T03:01:00.000-08:002010-02-24T03:07:21.617-08:00Gurami di Kolam Terpal<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJTFhrcoHn9jdxplEno62DCZuHMPv4bF-NKV-Ca-qGS7V9yZ_NbLJUIAxJcE0HrpPhBh4q7OeDCD3xq98elTG5LbKGZZPYHn1tXSTsJgCoTRPSUzOuXcawEuwWk-XA8yxhfM2TdoZPouY/s1600-h/gurami.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 198px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJTFhrcoHn9jdxplEno62DCZuHMPv4bF-NKV-Ca-qGS7V9yZ_NbLJUIAxJcE0HrpPhBh4q7OeDCD3xq98elTG5LbKGZZPYHn1tXSTsJgCoTRPSUzOuXcawEuwWk-XA8yxhfM2TdoZPouY/s200/gurami.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5441764315103602114" border="0" /></a>Tebakan pelayan toko plastik di bilangan Malioboro, Yogyakarta, itu meleset saat melayani Jumaryanto yang membeli 3 gulung terpal. “disangka untuk panen padi,” kenang Jumaryanto. Terpal yang biasa dijadikan alas saat petani memisahkan bulir-bulir padi dari malai itu dipakai Jumaryanto untuk membuat kolam pembesaran gurami. Hasilnya, pada Oktober 2009 dari sebuah kolam terpal berukuran 4 m x 8 m, pria 36 tahun itu memanen 3,7 kuintal gurami konsumsi berbobot 500 - 700 g/ekor.<span class="fullpost"><br /><br />Panen gurami di kolam terpal bukan yang pertama dilakukan warga Dusun Bakalan Trisik, Kabupaten Kulonprogo, itu. Namun pada panen itulah ia pertama kali memanen gurami konsumsi berbobot 500 - 700 g/ekor. Jauh sebelumnya pada April 2008 dari kolam terpal serupa, mantri tani itu menjaring 2,7 kuintal gurami berbobot 250 - 300 g per ekor yang dibesarkan selama 4,5 bulan.“Waktu itu masih coba-coba,” kata Jumaryanto yang saat itu meraih omzet Rp5-juta. Panen yang berlangsung Oktober 2009 dilakukan setelah gurami dibesarkan selama 8 bulan.<br /><br />Bukan tanpa sebab Jumaryanto membesarkan gurami di kolam terpal. Kolam di lahan budidaya seluas 2.000 m2 itu berdiri di atas tanah berpasir. Tanah berpasir karena lahan yang sebelumnya bergiliran ditanami semangka, kacang tanah, dan cabai itu merupakan bagian wilayah pesisir Pantai Trisik yang terpisah jarak satu kilometer. Masyarakat menganggap budidaya ikan tidak cocok dilakukan karena tanah pasir: porous dan mudah amblas.<br /><br />Jumaryanto membalikkan kondisi itu. Untuk membangun kolam terpal berukuran 4 m x 8 m, misalnya, ia mengeduk tanah pasir sedalam 1 m. Dinding kolam dibuat miring 300 agar mampu menyangga terpal. Sebelum terpal dipasang, Jumaryanto menabur 20 karung sekam di dasar kolam. Sekam berguna untuk menjaga kestabilan suhu air pada kisaran 28oC. Fluktuasi temperatur siang dan malam di pesisir cukup tinggi, bisa berbeda 2 - 3oC.<br /><br />Pemasangan terpal cukup singkat, sekitar 1,5 jam. Setelah terpal terpasang, kolam yang ongkos pembuatannya kurang dari Rp600.000 itu ditebar 5.000 bibit seukuran kuku. Tidak semuagurami itu dibesarkan hingga ukuran konsumsi karena luas kolam terbatas, 32 m2. Dengan tingkat kelulusan hidup 80%, memasuki umur gurami 2,5 bulan, Jumaryanto memanen 3.500 ukuran silet yang laku dijual Rp800 - Rp1.000/ekor. Dari sini Jumaryanto minimal mengantongi pendapatan Rp2,8-juta. Sekitar 300 - 400 gurami lain dibesarkan lagi selama 5,5 bulan hingga dipanen sebanyak 3,7 kuintal. Dengan harga jual Rp23.000/kg dan biaya produksi Rp15.000/kg, Jumaryanto yang kini mengelola 6 kolam terpal itu memetik laba bersih Rp2,96-juta.<br /><br /><span style="font-weight:bold;">Kolam dalam</span><br /><br />di Banjarnegara, Jawa Tengah, ada Agung Dwi Antoko yang membesarkan gurami dengan cara lain. Sejak awal 2009 alumnus Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah di Malang, Jawa Timur, mengubah konstruksi 4 dari 6 kolam gurami berukuran masing-masing 15 m x 17 m. Itu dilakukan Agung setelah memakai sistem kolam dalam. Kolam dalam yang dimaksud adalah menambah kedalaman kolam dari semula 1 - 1,2 m - selanjutnya disebut kolam dangkal - menjadi 1,8 - 2 m. Dengan aplikasi itu otomatis ruang kolam menjadi lebih besar dan ujung-ujungnya populasi gurami meningkat.<br /><br />Menurut Agung sebelum memakai kolam dalam ia hanya dapat menebar 2 kuintal bibit ukuran tampelan berbobot 250 - 300 g/ekor. Gurami itu dibesarkan selama 5 bulan hingga mencapai bobot 600 - 700 g/ekor. Namun, setelah mengaplikasikan kolam dalam, padat penebaran meningkat 1,5 kali lipat. Dengan tebar ukuran sama, kolam dapat memuat 3 kuintal bibit. Hasilnya cukup signifikan. Produksi melonjak menjadi 8 kuintal dari sebelumnya 4,5 kuintal pada kolam dangkal.<br /><br />Banyak keunggulan lain dipetik Agung setelah menerapkan cara itu. Bobot konsumsi yang disebut di atas dicapai dalam tempo 4,5 bulan. Itu artinya 2 pekan lebih cepat daripada kolam dangkal. Pria 35 tahun itu menduga kolam dalam membuat gurami terhindar dari stres lingkungan: akibat lalu lalang orang, misalnya. Efeknya laju pertumbuhan gurami lebih baik.<br /><br />Imbas lain dari pemangkasan waktu itu komponen produksi seperti jumlah pakan dapat ditekan. Agung menuturkan ia membutuhkan 30 sak pakan seharga Rp182.000/sak (ukuran 30 kg) selama 5 bulan budidaya di kolam dangkal. Namun dengan aplikasi kolam dalam diperlukan 40 sak dengan populasi ikan 1,5 kali lebih banyak.<br /><br />Secara hitung-hitungan biaya pembuatan kolam dalam tidak terlampau mahal. Satu meter persegi membutuhkan biaya Rp30.000. “Dua kolam dapat dikerjakan selama 30 hari oleh 8 pekerja,” katanya. Kolam kira-kira seluas 300 m2 menyedot biaya pembuatan Rp9-juta.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kolam air payau</span><br /><br />Cara lain membesarkan gurami ditempuh Carmin Iswahyudi di Kecamatan Losarang, Indramayu, Jawa Barat. Tak kepalang tanggung, Carmin membesarkan gurami itu di kolam-kolam tanah bekas tambak udang dan bandeng yang berair payau. Di sana salinitas berkisar 5 - 10 ppt dan nilai alkalinitas 100 ppm. Dengan kondisi itu hanya ikan-ikan estuarin yang hidup di muara sungai seperti bandeng Chanos chanos lebih pas dibudidayakan.<br /><br />Carmin justru membuat gurami itu bak ikan estuarin saat pertama kali mencoba membesarkannya di kolam air payau pada pertengahan 2007. Saat itu hasilnya jauh dari memuaskan. Kolam seluas 500 m2 yang ditebari 3.000 bibit berbobot 50 g/ekor. Sejumlah 20 - 30% ikan mati tak berapa lama setelah dibenamkan. Tingkat kematian berangsur-angsur turun di bawah 10% setelah Carmin terlebih dahulu mengadaptasi bibit. Caranya, wadah bibit yang berisi air tawar pelan-pelan diberi air payau hingga dicapai perbandingan 1:1. “Adaptasi paling lama 30 menit sebelum dipindahkan ke kolam,” kata Carmin.<br /><br />Carmin yang kini mengelola 20 ha lahan gurami berbagai ukuran kolam, antara 500 - 1.000 m2, itu menuturkan perkembangan gurami di kolam payau cukup baik. Bobot konsumsi di atas 600 g/ekor diperoleh selama 8 bulan budidaya dari ukuran bibit 3 jari. Berdasarkan pengamatan Carmin di Cirebon, misalnya, peternak yang menebar ukuran bibit sama, butuh waktu di atas 10 bulan untuk mencapai bobot konsumsi 600 g/ekor. “Mungkin karena di sini suhunya stabil sekitar 280C sehingga nafsu makan gurami lebih baik,” kata kepala Unit Pengembangan Perikanan Divisi Air Tawar Kabupaten Indramayu itu.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Berkembang</span><br /><br />Yang dilakukan Jumaryanto, Agung, dan Carmin sesungguhnya menjawab keterbatasan pasokan gurami konsumsi selama ini. Harap mafhum kekurangan itu terjadi karena produksi gurami masih bergantung kepada sentra-sentra produksi seperti Banyumas dan Cilacap (Jawa Tengah), Blitar dan Tulungagung (Jawa Timur), dan Parung dan Ciamis (Jawa Barat).<br /><br />Secara nasional produksi gurami hingga 2008 mencapai 37.100 ton. Volume itu masih kalah dari produksi ikan mas (290.100 ton), nila (220.900 ton), dan lele (108.200 ton). Bahkan dibandingkan patin yang popularitasnya di bawah gurami, produksi Osphronemus gouramy itu sedikit tertinggal. Produksi patin mencapai 52.470 ton.<br /><br />Pantas kondisi itu membuat pelaku gurami menjerit kekurangan barang. “Saya cuma sanggup memasok 1,4 ton per minggu ke restoran-restoran Bandung,” ujar H Ismail Fauzi, peternak sekaligus pengepul di Ciamis yang butuh 3 - 4 ton/minggu itu. Hal serupa dialami pemasar lain seperti Era Majid (Banjarnegara), Sujadi (Cilacap), dan Wagiran (Yogyakarta). “Yogya yang butuh 5 ton/hari baru terpenuhi sekitar 7%,” kata Wagiran. Jakarta? Pasar gurami paling besar ini kebutuhannya terus meningkat. Dua tahun lalu kebutuhan sekitar 100 ton/hari, kini melejit hingga 120 ton/hari.<br /><br />Wajar Toto Setya Winarno SPi, kepala Bidang Perikanan Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banjarnegara, menyebutkan meski produksi gurami di Banjarnegara terus meningkat dari 518,80 ton pada 2006 menjadi 858 ton pada 2008 tetapi, “Produksi itu belummencukupi permintaan yang masuk kepada peternak di sini,” kata Toto.<br /><br />Menurut Jumaryanto budidaya gurami di kolam terpal yang dilakukannya tak memiliki banyak kendala. “Semua hampir sama dengan budidaya di kolam tanah,” katanya. Yang sedikit berbeda, kolam terpal perlu 3 kali melakukan pergantian air sebanyak 2/3 kapasitas kolam. Ini lantaran sampah organik dari kotoran dan sisa pakan tidak bisa terdegradasi karena dasar kolam berlapis terpal. “Pergantian dilakukan setelah air terlihat cokelat,” katanya.<br /><br />Ir Hardaningsih MSc, ahli gurami dari Fakultas Perikanan UGM mengungkapkan kolam terpal selama ini lebih banyak dipakai pembenih dan pendeder gurami. “Pemanfaatannya kini sudah melebar sampai ke tahap pembesaran,” ujarnya. Keuntungannya? Hardaningsih menyebutkan dengan kolam terpal fluktuasi suhu relatif stabil. Menurut Endang Saputro, peternak di Kulonprogo, Yogyakarta, kolam terpal menjadi dewa penolong saat tiba musim kemarau tiba. “Kalau musim kemarau air di kolam tanah bisa surut, tapi kolam terpal tidak,” katanya.<br /><br />Menurut Ade Sunarma MSi aplikasi kolam dalam juga menyumbang manfaat besar. “Terutama pada pakan,” kata peneliti gurami dari Balai Besar Penelitian Budidaya Air Tawar (BBPBAT) di Sukabumi, Jawa Barat. Pada kolam dangkal hampir 100% gurami diberi pakan pelet terapung yang harganya cukup tinggi sekitar Rp6.800/kg. Pada kolam dalam, “Bisa dipakai penuh pelet tenggelam yang harganya Rp5.000/kg,” ujar Ade. Soal kedalaman air tidak menjadi masalah karena gurami tak butuh banyak oksigen terlarut lantaran memiliki organ labirin. Dengan organ ini gurami dapat menangkap langsung oksigen dari udara seperti terjadi pada lele dan gabus.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pasar stabil</span><br /><br />Sejauh ini bisnis gurami tetap menggiurkan. Patokan harga di tingkat peternak telah melesat mencapai Rp20.000 - Rp24.000/kg. Sekitar 3 tahun lalu harga berkisar Rp17.000 - Rp18.000/kg. Prevalensi bobot juga ikut terkerek. Bila sebelumnya ukuran 500 g/ekor dianggap cukup, kini tidak lagi. “Konsumen kami menyukai bobot sekitar 600 - 700 g/ekor,” ujar Sutiman, kepala bagian Meat & Fish Departement Hypermart di Depok Town Square, Depok, Jawa Barat.<br /><br />Menurut Dwiaji pasar gurami masih akan stabil karena produksi bibit pada gurami tak bisa booming. “Betina gurami paling banter menghasilkan 3.000 - 5.000 telur. Dari jumlah itu hanya 40% yang menetas,” kata pembenih di Gunungkidul, Yogyakarta. Padahal kebutuhan benih terus menunjukkan kenaikan. Dedi Dahlan, direktur PT Semata, pembenih di Tasikmalaya, Jawa Barat, menyebutkan kenaikan 10% setiap tahun. “Produksi kami saat ini saja sudah ditingkatkan menjadi 2-juta benih per tahun,” katanya<br /><br />Pengembangan gurami kini terus melebar ke daerah baru seperti Yogyakarta, Medan, dan Indramayu. “Kami sekarang membina sekita 80 peternak gurami,” ujar Carmin Iswahyudi. Untuk pengembangan di Indramayu, misalnya, bank pemberi kredit setempat mengucurkan bantuan modal hingga ratusan juta. “Setiap peternak binaan saya mendapat pinjaman antara Rp20-juta - Rp70-juta tergantung luas kolamnya,” ujar Carmin. Pun di Banyumas. Menurut Ir Sutrisno sejak setahun lalu di sana terdapat 8 kelompok peternak yang diberi bantuan modal untuk pengembangan gurami. “Besarnya mencapai Rp40-juta per kelompok,” kata kepala Bidang Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banyumas itu.<br /><br />Peluang beternak gurami memang terbuka lebar apalagi kondisi lahan bukan menjadi halangan. Itu pula yang telah di lakukan oleh Jumaryanto dan Carmin. (Dian Adijaya S/Peliput: Faiz Yajri, Tri Susanti, dan Lastioro Anmi T)<br /><br />Sumber: Trubus<br /></div></span>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-39620583195364428082009-06-26T12:56:00.001-07:002009-06-26T12:57:38.794-07:00Peluang Usaha Abon Bandeng<div style="text-align: justify;">Abon2 Kabupaten Sidoarjo memiliki jenis lahan perikanan yang cukup luas, sehingga komoditi perikanan yang dihasilkan cukup besar terutama jenis ikan bandeng. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah. Pada tabel dapat terlihat komoditi bandeng yang dihasilkan Kabupaten Sidoarjo sangat melimpah, sehingga perlu adanya usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk perikanan pada pasca panen. Hal ini bisa dilakukan melalui proses pengolahan maupun pengawetan terutama pada jenis ikan bandeng yang merupakan hasil komoditi perikanan terbesar di Kabupaten Sidoarjo.<span class="fullpost"><br /><br />Salah satu jenis usaha yang potensial untuk produk ikan adalah abon ikan bandeng. Abon merupakan salah satu produk hasil olahan dari bahan baku ikan. Adapun salah satu dari tujuan pembuatan abon adalah untuk memperpanjang umur simpan dari ikan. Limbah abon yang dihasilkan berupa tulang-tulang ikan dapat digunakan untuk pembuatan tepung ikan sehingga kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri ini juga dapat di minimalisir. Peluang pasar abon ikan bandeng sangat baik, mengingat tingkat persaingan yang masih rendah. Sehubungan dengan hal tersebut,diperlukan analisis studi kelayakan tentang pendirian industri pengolahan abon ikan bandeng.<br /><br />Tahapan proses pembuatan abon ikan bandeng adalah sebagai berikut :<br /><br />BAHAN<br /><br /> 1. Ikan bandeng (2 kg)<br /> 2. Bawang merah (1 ons). Sebanyak 3/4 dari bawang ini dijadikan bawang goreng.<br /> 3. Bawang putih (0.4 ons)<br /> 4. Bubuk ketumbar secukupnya<br /> 5. Lengkuas<br /> 6. Daun salam<br /> 7. Sereh<br /> 8. Gula pasir secukupnya<br /> 9. Asam Jawa secukupnya<br /> 10. Santan kental 0.2 lt<br /><br />PERALATAN<br /><br /> 1. Pisau dan telenan. Alat ini digunakan untuk menyiangi dan memotong ikan bandeng.<br /> 2. Penggiling bumbu. Alat ini digunakan untuk menggiling bumbu sampai halus.<br /> 3. Wajan. Alat ini digunakan untuk menggoreng abon.<br /> 4. Pemarut. Alat ini digunakan untuk memarut kelapa.<br /> 5. Peniris sentrifugal. Alat ini digunakan untuk mengeluarkan minyak dari abon panas yang baru digoreng.<br /> 6. Alat press. Alat ini digunakan untuk memeras abon panas sehingga minyaknya keluar.<br /><br />CARA PEMBUATAN<br /><br /> 1. Penyiangan ikan bandeng. Ikan bandeng disiangi. Jeroan, tulang dan kepala dibuang. Setelah itu ikan dipotong-potong dan dicuci bersih.<br /> 2. Penyiapan suiran ikan. Potongan ikan bandeng yang telah dicuci bersih dikukus selama 1 jam. Setelah dingin tulang ikan dibuang, kemudian disuir-suir dan ditumbuk dengan pelan-pelan sehingga berupa serat-serat halus.<br /> 3. Penyiapan bumbu dan santan. Lengkuas dan sereh dipukul-pukul sampai memar. Bawang merah(1/4 ons), bawang putih dan ketumbar digiling halus, kemudian ditumis. Setelah agak harum,ditambahkan santan kental, lengkuas, asam jawa, gula, daun salam dan sereh. Pemanasan diteruskan sampai mendidih dan volume santan tinggal setengahnya.<br /> 4. Pemasakan abon: 1. Suiran dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam santan mendidih. Sementara itu, api dikecilkan sekedar menjaga santan tetap mendidih. Pemanasan yang disertai pengadukan dilakukan sampai suiran ikan menjadi setengah kering. Hasil yang diperoleh disebut dengan abon lembab ikan. 2. Abon lembab ikan bandeng diangkat, kemudian digoreng di dalam minyak panas (suhu 170 derajat celcius) sampai garing (bila diremas berkemersik).<br /> 5. Penirisan. Abon panas yang baru diangkat dari minyak harus segera ditiriskan. Penirisan dianjurkan dengan menggunakan alat peniris sentrifugal, alat pres ulir, atau pres hidrolik.Setelah ditiriskan dengan alat peniris sentrifugal, atau alat pres, abon dipisah-pisahkan.<br /> 6. Pencampuran dengan bawang goreng. Abon yang telah ditiriskan dicampur dengan bawang goreng. Hasil yang diperoleh disebut dengan abon ikan bandeng.<br /> 7. Pengemasan. Abon ikan bandeng dikemas di dalam kemasan yang tertutup rapat. Kantong plastik merupakan salah satu kemasan yang cukup baik digunakan untuk mengemas abon.<br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-74719101241176278852009-06-26T12:50:00.000-07:002009-06-26T12:53:01.286-07:00Peluang Usaha Berbagai Macam Olahan Kedelai<div style="text-align: justify;">Kedelai (Glycine max Merr) merupakan salah satu hasil pertanian yang sangat penting sebagai bahan makanan, karena jumlah dan mutu protein yang dikandungnya sangat tinggi yaitu sekitar 40 % hampir menyamai kadar protein susu skim kering. (Hardjo, 1964).<span class="fullpost"><br /><br />Sebagai bahan baku makanan, kedelai termasuk bahan makanan yang mempunyai susunan zat yang lengkap dan mengandung hampir semua zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang cukup (Winarno dan Rahman, 1974). Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai. Kedelai merupakan komoditas pertanian yang sangat penting, karena memiliki multi guna. Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, kecap, tahu, kerupuk tahu, kembang tahu, nata de soya, susu, soyghurt, dan lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan.<br /><br />Proses pengolahan kedelai untuk produk pangan antara lain:<br /><br />Tempe<br /> * Bahan : Kedelai putih (1/2 kg), Air bersih, Bibit tempe/ragi tempe dan plastik<br /> * Alat : Dandang, blender, ember plastik, tambir/tampah bersih, plastik.<br /> * Cara Pembuatan :<br /> 1. Kedelai disortasi kemudian dicuci<br /> 2. Kedelai yang telah disortasi selanjutnya direndam dalam air 24 jam<br /> 3. Rebus kedelai selama 30 menit (mendidih 15 menit)<br /> 4. Direndam dalam air semalam.<br /> 5. Kedelai rendaman selanjutnya dikupas, kemudian dicuci dan ditiriskan<br /> 6. Kedelai kupas dikukus 15 menit, kemudian didinginkan<br /> 7. Kedelai yang telah dingin, diberi ragi tempe<br /> 8. Kedelai yang telah diberi ragi, dimasukkan dalam plastik serta dilubangi<br /> 9. Kemasan plastik tersebut disimpan selama 2 hari (40 jam)<br /> 10. Produk tempe sudah siap untuk diolah lebih lanjut. Kecap<br /><br />Kecap<br /> * Bahan:<br /> 1. Kedelai : 0,5 gr<br /> 2. Garam : 200 gr<br /> 3. Gula jawa : 2 kg<br /> 4. Bumbu-bumbu : pekak, jinten, jahe, sere, kayu manis, salam, laos, vetsin<br /> * Alat:<br /> 1. Nyiru, guci/toples<br /> 2. pisau, telenan, kain saring<br /> 3. wajan dan kompor.<br /> * Cara Pembuatan:<br /> 1. Kedelai dicuci sampai bersih, kemudian direndam dalam 1,5 – 2 liter air bersih selama satu malam.<br /> 2. Direbus dengan air bersih sampai lunak.<br /> 3. Buat larutan garam 20% (200gr garam dilarutkan dalam 1 liter air).<br /> 4. Kedelai direndam dalam air garam selama 2 – 4 minggu.<br /> 5. Selesai perendaman, disaring, cairan diambil, ampas ditambah 1 liter air, rebus, disaring.<br /> 6. Masukkan gula yang telah disisir beserta bumbu-bumbu, rebus hingga mendidih.<br /> 7. Saring larutan di atas, dan dimasukkan ke dalam botol.<br /><br />Tahu<br /> * Bahan:<br /> 1. Kedelai 5 kg<br /> 2. Air secukupnya<br /> 3. Batu tahu 1 gram<br /> * Alat:<br /> 1. Ember besar<br /> 2. Tampah (nyiru)<br /> 3. Kain Saring atau kain blancu<br /> 4. Kain pengaduk<br /> 5. Cetakan<br /> 6. Keranjang<br /> 7. Rak bambu<br /> 8. Tungku atau kompor<br /> 9. Alat penghancur (alu)<br /> * Cara Pembuatan:<br /> 1. Dipilih kedelai yang baik, kemudian dicuci;<br /> 2. Kedelai direndam dalam air bersih selama 8 jam (paling sedikit 3 liter air untuk 1 kg kedelai). Kedelai akan mengembang jika direndam<br /> 3. Dicuci berkali-kali kedelai yang telah direndam. Apabila kurang bersih maka tahu yang dihasilkan akan cepat menjadi asam<br /> 4. Ditumbuk kedelai dan tambahkan air hangat sedikit demi sedikit hingga berbentuk bubur<br /> 5. Dimasak bubur tersebut, jangan sampai mengental pada suhu 70-80 derajat celcius (ditandai dengan adanya gelembung-gelembung kecil).<br /> 6. Disaring bubur kedelai dan endapkan airnya dengan menggunakan batu tahu (Kalsium Sulfat = CaSO4) sebanyak 1 gram atau 3 ml asam cuka untuk 1 liter sari kedelai, sedikit demi sedikit sambil diaduk perlahan-lahan.<br /> 7. Dicetak dan pres endapan tersebut.<br /><br />Kerupuk Tahu<br /> * Bahan :<br />Bahan A<br /> 1. 1500 gr ampas tahu yang sudah dipress<br /> 2. 20 gr pemutih<br /> 3. 20 gr soda kue<br /> 4. 15 gr garam<br /> 5. 2 bks maggie<br /> 6. 5 gr msg<br /> 7. 25 gr bawang putih<br /> 8. 2 sdt ketumbar<br /><br />Bahan B<br /> 1. 600 gr tepung tapioka<br /><br /> * Cara Membuat :<br /> 1. Campurkan Ampas tahu + pemutih makanan.<br /> 2. Tambahkan bahan A yang lain.<br /> 3. Tambahkan bahan B, campur dan diuli.<br /> 4. Cetak dan padatkan pada loyang.<br /> 5. Lepaskan dari loyang, kukus sampai masak (1 – 2 jam).<br /> 6. Angin-anginkan sampai keras dan iris tipis-tipis kemudian dikeringkan.<br /> 7. Goreng dalam minyak panas.<br /><br />Kembang tahu<br /><br /> * Bahan:<br /> 1. 500 gr Kedelai<br /> 2. 1 lt air<br /> 3. air kapur secukupnya<br /><br /> * Cara Membuat:<br /> 1. Rendam kedelai selama 4 – 5 jam, kemudian kedelai dicuci sampai bersih.<br /> 2. Blender kedelai dengan ditambah air sedikit.<br /> 3. Saring dengan kain saring (menghasilkan filtrat/susu kedelai).<br /> 4. Panaskan filtrat/susu kedelai sampai suhu ± 80oC, dipertahankan ± 5 – 10 menit. Bila terdapat busa, busanya dibuang.<br /> 5. Kecilkan api kemudian tes pH nya (pH > 7,0). Apabila pH kurang dari 7,0 maka perlu ditambahkan air kapur secukupnya.<br /> 6. Langit-langit yang terdapat pada rebusan filtrat/susu diambil, kemudian dikeringanginkan à Kembang Tahu.<br /><br />(Sumber gambar: http://bisnisukm.com)<br /><br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-60389466421780586652009-04-10T14:47:00.000-07:002009-04-10T14:48:18.516-07:00Bergandeng Tangan Produksi Tiram<div style="text-align: justify;">Enak betul Ayi Muhidin, pekebun jamur di Cugenang, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Setiap hari seorang pengepul menjemput hasil panen ke rumahnya. Dari 3 kumbung berkapasitas 100.000 baglog, ia menuai 200 kg jamur per hari. Pengepul membayar Rp6.000 per kg sehingga omzetnya Rp36-juta per bulan. Jika kesulitan memasarkan ia tinggal angkat telepon. Pekebun inti akan memasarkan seluruh produksinya.<span class="fullpost"><br /><br />Namun, selama 3 tahun mengebunkan jamur ia tak pernah menghadapi kesulitan itu. Setiap hari pengepul menyambangi rumahnya, mengangkut jamur, dan membayar tunai saat itu juga. Untuk menjadi pekebun jamur, ia membeli baglog yang sudah diinokulasi miselium di pekebun inti, Triono Untung Priyadi. Lokasi kumbung Triono 5 km dari rumah tanamnya. Harga sebuah baglog berbobot 1,2 kg itu Rp1.350.<br /><br />Sedangkan biaya perawatan selama 5 bulan Rp1.600 per kg. Total jenderal biaya produksi Rp2.950 per kg. Artinya, Ayi memetik laba bersih Rp3.050 per kg atau total Rp11.700.000 per bulan. Menurut Ayi pendapatan itu jauh lebih besar ketimbang omzet dari setoran 12 angkutan kota miliknya yang melayani trayek Cisarua - Mariwati. Itulah sebabnya ia berniat memperluas kumbung.<br />Terjamin<br /><br />Bagaimana tak tergiur memperluas, pekebun inti sangat membantu. Bayangkan, Ayi menerima baglog yang sudah diinokulasi. Ia tinggal meletakkan baglog di rak tanam, lalu merawatnya. Jika gagal tumbuh, pekebun inti akan mengganti. Soal pemasaran, pekebun inti bersedia menampung jika plasma kesulitan memasarkan. Itulah sebabnya jumlah pekebun seperti Ayi terus bertambah.<br /><br />Kini Triono bekerja sama dengan 25 pekebun plasma di Cianjur dengan kepemilikan 30.000 - 100.000 baglog. Total produksi 25 pekebun plasma itu mencapai 1 ton per hari yang terserap pasar. Itu pun belum semua permintaan terpenuhi. Permintaan pengepul di Bekasi dan Tangerang 600 kg per hari belum terlayani. Kondisi itu yang mendorong Wahyu tertarik menjadi pekebun plasma. Maka sejak 8 bulan lalu ia mengelola 20.000 baglog.<br /><br />Triono mengembangkan kemitraan sejak 2004. Kini ia mengelola 8 kumbung yang mampu menampung 386.000 baglog. Dari rumah-rumah tanam itu Triono menuai rata-rata 750 - 1.000 kg jamur setiap hari. Dengan harga jual Rp6.750 per kg, omzetnya Rp5.062.500 sehari atau Rp150-juta sebulan.<br /><br />Untuk memenuhi pekebun mitra, alumnus Universitas Gadjah Mada itu memproduksi 4.000 baglog setiap hari. Sementara untuk memenuhi kumbung pribadi juga 4.000 baglog. Kemitraan semacam itu juga dikembangkan oleh Rahmat, pekebun di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung.<br />Sekaligus sewa<br /><br />Rahmat bukan hanya memasok baglog yang sudah diinokulasikan, tetapi juga kumbung. Artinya, pekebun tak perlu repot membangun rumah tanam. Begitu uang sewa dibayar, pekebun tinggal mengelola baglog-baglog menjelang panen. Praktis memang. Menurut Rahmat biaya sewa sebuah kumbung 8 m x 9 m plus 10.000 baglog hanya Rp1,1 juta per 4 bulan. Selama 3 bulan, pekebun terus-menerus memetik jamur tiram.<br /><br />Lihat saja Ai Ratna Ningsih, pekebun penyewa yang menjadi mitra Rahmat. Dua tahun terakhir ia rutin mengantongi Rp18-juta per bulan hasil penjualan 3 ton jamur tiram. Sekarang Ratna mengelola 3 kumbung terdiri atas 30.000 baglog. Pada hari ke-40 ia membuka ujung baglog. Sejak itu ia rutin menyiram pada pagi dan sore. Sepekan kemudian, baglog baglog mulai mengeluarkan jamur-jamur berwarna putih.<br /><br />Jika ada yang gagal tumbuh, Ratna tak khawatir lantaran Rahmat menjamin akan mengganti baglog yang gagal tumbuh. Rata-rata dari setiap baglog dapat dipanen 4 ons jamur. Total jenderal sampai bulan ke-4, ia memetik 4 ton jamur dari satu kumbung. Artinya, dengan harga Rp6.000 per kg, omzet Ratna Rp72-juta per periode dari 3 kumbung.<br /><br />Setelah dikurangi biaya produksi seperti pembelian baglog, sewa kumbung selama 4 bulan, dan listrik, masih tersisa laba bersih Rp 12-juta dalam waktu 4 bulan. Penghasilan itu jauh di atas pendapatan sehari-harinya sebagai penjahit. Pantas, jika Ratna terus mengembangkan kumbung. 'Saya berani menyewa karena melihat baglog tetangga yang sukses mengebunkan jamur,' kata Ratna.<br /><br />Menurut Kudrat Slamet, ketua Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia, pasar jamur tiram kian meluas. Produksi tiram di Desa Kertawangi, Kabupaten Bandung, saja mencapai 7 ton per hari. Itu belum mencukupi kebutuhan pasar yang mencapai 15 ton sehari. Setahun terakhir, misalnya, banyak permintaan jamur dari Cirebon, Garut, dan Sumedang.<br /><br />Pasar berkembang juga karena muncul beragam olahan jamur tiram yang lezat antara lain sebagai keripik. Adi Yuwono, pengamat jamur nasional, mengatakan tren organik turut mendongrak pasar jamur. Pada umumnya jamur tumbuh organik - tanpa pestisida kimia.<br />Baglog<br /><br />Tingginya permintaan jamur juga mempengaruhi produksi baglog. Yanti Heryanti menggunakan 2 kumbung besar berkapasitas 50.000 baglog. Ia membeli baglog dari Rahmat. Lalu 'membesarkan' miselium dan menjual kembali baglog itu 40 hari kemudian. Saat itu spora sudah menyebar ke seluruh permukaan baglog sehingga tampak warna putih.<br /><br />Kegagalan tumbuh miselium biasanya sebelum hari ke-40. Makanya, banyak pekebun memilih membeli baglog umur 40 hari. Setiap 40 hari Yanti menjual hingga 40.000 baglog. Menurut Yanti tingkat kegagalan merawat miselium mencapai 20%. Dari 50.000 baglog yang ia rawat, 10.000 di antaranya tak berkembang alias miselium tak menyebar. Dengan harga jual Rp2.250 maka laba bersihnya mencapai Rp600 per baglog atau Rp6-juta selama 40 hari. Pembeli baglog itu antara lain para pekebun di Bogor, Tangerang, dan Karawang.<br /><br />Slamet, produsen baglog di Kaliurang, Yogyakarta, mengatakan sejak 2007 penjualan baglog jamur tiram sebesar 70%. Padahal, sebelumnya penjualan baglog didominasi jamur kuping. Tren berkebun tiram nyata terlihat dari banyaknya pekebun jamur kuping yang beralih ke tiram.<br /><br />Saat ini, dari 200 pekebun di Kaliurang, Yogyakarta, sekitar 140 merupakan pekebun jamur tiram. Padahal, dulu jumlah pekebun jamur kuping yang paling banyak. Pendatang baru pun bermunculan seperti Endro Pranowo. Pada awal November 2008, ia membenamkan modal Rp9-juta untuk menyulap kandang ayamnya menjadi kumbung jamur berkapasitas 4.000 baglog.<br /><br />Akhir Desember 2008, sudah 4 hari Endro Pranowo memanen masing-masing 30 kg jamur per hari. Endro memprediksi panen stabil 30 kg per hari selama 2 bulan. Artinya dengan harga jamur di Yogyakarta Rp8.000 per kg di tingkat petani, selama 2 bulan Endro memperoleh Rp14,4 juta dari panen 1,8 ton.<br /><br />Bahkan harga bisa lebih tinggi sampai Rp10.000 per kg lantaran Endro menjual langsung ke pedagang di pasar di Kranggan, Kolombo, dan Condongcatur. Dengan bergandeng tangan - antara pekebun plasma dan inti - lebih mudah menembus pasar.<br /><br />Sumber: Trubus<br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-63680388793188938742009-04-10T14:43:00.000-07:002009-04-11T01:53:14.219-07:00Lele: Dua Bulan Panen<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihzUApAG-KpRZj65dQr8gqOO0Tb_OuUFsSiDJf7BkKtWDjvl-BARYhQDzj7ABMygYiOMTdAmMx30dmCvnZRdM-WIPtd5nxiO1X7DikT6wZUT6za9aTJXPv5_qAm2lug6bsjI241pJuL2o/s1600-h/untitled.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 132px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihzUApAG-KpRZj65dQr8gqOO0Tb_OuUFsSiDJf7BkKtWDjvl-BARYhQDzj7ABMygYiOMTdAmMx30dmCvnZRdM-WIPtd5nxiO1X7DikT6wZUT6za9aTJXPv5_qAm2lug6bsjI241pJuL2o/s200/untitled.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5323354116728229458" border="0" /></a>Ini cerita 4 tahun lalu. Berawal dari mengunjungi bekas lahan sawahnya yang tak terurus, Marliana Marzuki diberi nasihat seorang pemuka desa yang lahannya bertetangga. 'Bila kamu pensiun, pakai tanah itu untuk beternak lele'. Tiga tahun berselang usai purnakarya sebagai tenaga medis Kalimantan Timur, Marliana membangun kolam lele di atas lahan itu. Ia menebar 12.000 bibit lele paiton di penghujung Desember2008. Berjarak 2 bulan, akhir Februari 2009, ia memanen 4,5 kwintal lele seniali Rp. 4,5 juta.<span class="fullpost"><br /><br />Bermodal Rp170-juta Lin, panggilannya, membentengi lahan seluas 1.300 m2 di Desa Larangan, Cilegon, Provinsi Banten, dengan tembok semen setinggi 2 m. Di lahan itu alumnus sekolah perawat di Cikini, Jakarta Pusat, itu membangun 7 kolam tanah berukuran sama: 5 m x 7 m. Tidak semua kolam itu berisi lele. Lin hanya membenamkan masing-masing 4.000 bibit paiton sepanjang 8-10 cm di 3 petak kolam. Maklum ini budidaya pertama.<br /><br />Lin membeli bibit paiton seharga Rp250 per ekor itu dari Pusat Pembibitan Lele Paiton di Pandeglang, Provinsi Banten. Paiton dipilih karena laju pertumbuhannya jauh lebih cepat daripada dumbo. Paiton sendiri merupakan silangan betina lele eks Thailand dan jantan dumbo. Untuk mencapai ukuran konsumsi 7-10 ekor/kg Clarias gariepinus itu cukup dipelihara 2 bulan; dumbo 3 bulan.<br /><br />Dengan tingkat kematian di tahap pembesaran 5%, dari total 12.000 bibit ditebar, 11.400 ekor bertahan hidup sampai akhir Februari 2009. Selepas sortir, Lin memanen 6.000 ekor ukuran konsumsi, total berbobot 4,5 kuintal. Pengepul ikan di pasar Cilegon membelinya Rp10.000 per kg. Pada panen perdana itu Lin mengantongi pendapatan<br /><br />Rp4,5-juta. Dipotong ongkos produksi Rp8.500/kg, ibu 1 putra itu mengantongi laba bersih Rp675.000. Sekitar 20 hari berikutnya 5.400 paiton tidak lolos sortir tahap awal siap dipanen. Artinya Lin mendulang 4,5 kuintal lagi.<br /><span style="font-weight: bold;"><br />Sangkuriang</span><br /><br />Nun di Sleman, Yogyakarta, Erli membenamkan 14.000 bibit lele di kolam seluas 48 m2 pada akhir Desember 2008. Dua bulan berikutnya peternak di Desa Sindumartani itu menjala 1 ton clarias. Dengan harga jual ukuran konsumsi Rp10.500/kg, Erli menangguk pendapatan Rp10,5-juta. Setelah dikurangi biaya produksi Rp8.000/kg, ia meraup laba bersih Rp2,5-juta.<br /><br />Sejatinya Erli meraup laba bersih sebesar itu setelah 3 bulan memelihara lele. Namun, itu saat masih beternak dumbo. Kini yang dipeliharanya jenis sangkuriang. Inilah lele unggul hasil perbaikan genetik dumbo, silangan crossback antara induk dumbo betina F2 dan jantan F6. Peneliti Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) di Sukabumi merilisnya 5 tahun silam setelah terbukti sangkuriang dapat dipanen cepat, 60 hari. Keunggulan lain, nilai konversi pakan rendah, FCR 0,9; dumbo FCR 1,0-1,1.<br /><br />FCR penting karena mempengaruhi pendapatan peternak. Begini gambarannya. FCR sangkuriang 0,9, artinya untuk menghasilkan 100 kg sangkuriang dibutuhkan 90 kg pakan. Dengan volume pakan serupa, cuma diperoleh 90 kg dumbo. Di sini terdapat selisih bobot panen sebesar 10 kg atau setara Rp105.000/kg. Jika Erli memanen 1 ton, sesungguhnya ia mengantongi penghasilan plus sebesar Rp1.050.000.<br /><br />Lele paiton dan sangkuriang memang membuat peternak jatuh hati. Marliana dan Erli kepincut karena kedua jenis lele itu mempunyai waktu budidaya singkat, 60 hari. Dengan singkatnya masa produksi, 'Perputaran uang juga cepat sehingga bisa menambah modal atau nafkah,' kata Wagiran, ketua Kelompok Perikanan Trunojoyo di Kulonprogo, Yogyakarta.<br /><br />Menurut Ade Sunarma MSi, periset sangkuriang dari BBPBAT, sangkuriang lahir sebagai jawaban keluhan peternak atas lamanya waktu budidaya dumbo. Saat pertama kali masuk di tanahair pada pertengahan 1990-an, masa budidaya lele asal Thailand itu cukup singkat, ukuran konsumsi dicapai 60-70 hari dari bibit ukuran 3-5 cm. Namun, seiring terjadinya inbreeding alias perkawinan sedarah sesama induk, ukuran konsumsi dicapai 100 hari. 'Makanya dilakukan perbaikan mutu sehingga muncul sangkuriang yang cepat panen,' kata Ade. Alasan sama juga berlaku untuk paiton.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tren</span><br /><br />Budidaya lele memang tengah marak. Penelusuran Trubus ke sentra lele seperti Bogor dan Indramayu (Jawa Barat), Kulonprogo dan Sleman (Yogyakarta), hingga Boyolali (Jawa Tengah) menunjukkan terjadinya kenaikan jumlah peternak. Menurut Wagiran, di Kecamatan Wates, Kabupaten Kulonprogo, kini terdapat 208 kelompok perikanan yang terdaftar di dinas perikanan. 'Dari jumlah itu 70% di antaranya pembesar sangkuriang dan paiton,' katanya.<br /><br />Menurut Tati SP dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan RI, peternak pemula lele pada 2008 mencapai 637 kelompok dengan anggota 6.200 peternak. Penyebarannya tidak terbatas di Pulau Jawa, tetapi ke daerah lain: Nusa Tenggara Barat (49 kelompok, 575 peternak), Nusa Tenggara Timur (14 kelompok, 96 peternak), Jambi (15 kelompok, 183 peternak), hingga Riau (18 kelompok, 125 peternak) dan Kepulauan Riau (76 kelompok, 764 peternak). Jenis yang dikembangkan dumbo, sangkuriang, dan paiton.<br /><br />Menurut Saptono, ketua kelompok Tani Mino Ngremboko di Sleman, Yogyakarta, lele selalu dibutuhkan konsumen untuk memenuhi kecukupan gizi. Apalagi kini harga sumber protein hewani seperti daging sapi dan ayam sulit dijangkau. Penyerap terbesar rumah makan kakilima atau warung tenda yang menjamur di sepanjang jalan kota-kota besar. 'Kebutuhan mereka cenderung bertambah,' kata Saptono yang mencontohkan kebutuhan Kota Gudeg 30 ton lele/hari, tetapi baru terpenuhi setengahnya. Hal sama terjadi di Jakarta (75 ton/hari) dan Malang (4 ton/hari).<br /><br />Daya tarik itu pula yang menggiring Sambas beternak sangkuriang. Peternak di Desa Kracak, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, itu mengelola 10 kolam bervariasi ukuran: 6 m x 10 m dan 8 m x 10 m di lahan 1 hektar. Rata-rata setiap bulan ia memanen 4,2 ton lele. Sambas dengan mudah memasarkan hasil panenannya. 'Berapapun produksi saya bisa menjualnya,' katanya. Mitra pedagang pengepul bahkan meminta Sambas menyuplai 1-3 ton per hari.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Rintangan</span><br /><br />Beberapa batu kerikil siap menghadang peternak. Salah satunya tidak boleh telat panen. Idealnya ukuran konsumsi terdiri atas 7-10 ekor/kg. Begitu sekilo 5-8 ekor/kg atau lebih besar lagi, 2-5 ekor/kg, harga turun 30-40%. Lele ukuran besar dapat dipasarkan ke kolam pemancingan. Namun di sini serapannya kecil 1-2%. Maka dari itu Nining di Boyolali menyiasati dengan membuat beragam olahan lele: abon, keripik, bakso, dan nugget. 'Pasarnya luas terutama toko oleh-oleh,' ujar ketua kelompok Karmina itu. Kelompok ini, misalnya, menjual 70 kg per hari abon lele dengan harga Rp90.000/kg.<br /><br />Harga pakan yang terus membumbung membuat peternak sulit mengelak. Menurut Kris Nugroho SPi, staf pemasaran perusahaan pakan ikan di Jawa Tengah, kenaikan harga itu lebih disebabkan bahan baku pakan, tepung ikan, masih diimpor dari Amerika Latin (Chile dan Peru). Sewindu lalu harga per sak isi 30 kg hanya Rp78.000 kini berkisar Rp190.000-Rp200.000.<br /><br />Pakan memang kebutuhan terbesar. Jumaryanto, peternak di Kulonprogo, menjelaskan untuk 4.000 bibit ukuran 3-5 cm sampai panen (2 bulan) diperlukan sekitar 3,5 kuintal pelet. Perinciannya: 3-4 kg (pakan 99) selama 10-15 hari; 5 kg (pakan ukuran 2 mm) selama 5 hari; 10 kg (pakan ukuran 3 mm) selama 5-10 hari; dan 200-250 kg pakan campuran sampai panen. 'Paling tidak biaya pakan mencapai Rp2,5-juta-Rp2,7-juta,' katanya.<br /><br />Menurut Saptono, peternak perlu mewaspadai serangan penyakit. Selain aeromonas yang datang setiapkali pancaroba, 'Yang sekarang banyak terjadi serangan penyakit kuning,' katanya. Clarias yang terjangkit penyakit akibat bakteri ini tubuhnya mendadak kuning, lama-lama mati. Penyakit ini timbul sebagai dampak sanitasi kolam jelek dan pemberian pakan rucah. 'Penyakit ini tidak menyebar ke lele lain, tapi cukup menganggu,' ujar Saptono.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Bulan baik</span><br /><br />Batu sandungan tak melulu menyambangi peternak di sektor hulu. Di hilir para pedagang pengepul pun sulit mengelak dari hambatan. Ratusan juta melayang dari genggaman Harianto saat memasarkan lele, 2,5 tahun lalu. Tak tanggung-tanggung uang tertunggak di pedagang lain mencapai Rp350-juta. 'Saya sampai menggadaikan rumah untuk menutupi biaya yang sudah keluar,' kata pengepul di Malang, Jawa Timur, itu.<br /><br />Karena belum memiliki jaringan pemasaran Asep Garlih di Bekasi mencoba menerobos langsung. Dua tahun lalu pemilik toko alumunium itu mengirimkan 4 ton lele dari Purwokerto ke pedagang di Jakarta. Setelah ditimbang volumenya susut 5% setara 200 kg. Dengan harga Rp9.000/kg, Asep kehilangan Rp1,8-juta. 'Pernah mengirim 5 kuintal, tapi pengepulnya bilang hanya 460 kg,' ujar Asep.<br /><br />Toh beragam rintangan itu tak menghalangi peternak membudidayakan ikan bersungut itu. Apalagi saat datang bulan baik: menjelang puasa, lebaran, dan tahun baru. Di saat seperti ini permintaan lele meroket. Dampaknya laba yang diraup peternak lebih tinggi karena harga jualnya saat itu mencapai Rp11.000-Rp12.000/kg. Pantas banyak yang bertahan beternak lele. Janji laba itu pula yang membuat Marliana Marzuki mantap membuka kolam lele di masa pensiunnya.<br /><br />Sumber: Trubus<br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com12tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-31999245538597471472009-04-10T14:19:00.000-07:002009-04-10T14:39:33.638-07:00Itik MA-2000: Sang Ratu Petelur<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFwgrYLoIwdqqIUnSPedUNinipLRgx4qrYVx22DpxhaKhSBEYo5MrfOBOfnsQFMq8HL-AL36hN9jhC36BQ6Hcfu9ZGojUzjZexyeZ3-rk-fkdgO1veOn00F5lIXBnzAihZvy76w08-Vnk/s1600-h/itik.bmp"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 168px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFwgrYLoIwdqqIUnSPedUNinipLRgx4qrYVx22DpxhaKhSBEYo5MrfOBOfnsQFMq8HL-AL36hN9jhC36BQ6Hcfu9ZGojUzjZexyeZ3-rk-fkdgO1veOn00F5lIXBnzAihZvy76w08-Vnk/s200/itik.bmp" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5323176390737265970" border="0" /></a>Puluhan tahun lamanya popularitas itik alabio sebagai petelur unggul tak tergoyahkan. Maklum, itik yang satu ini rata-rata produksi telurnya 230 butir/tahun (62,8%). Namun, Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor, Jawa Barat, berhasil mengembangkan itik MA-2000 yang produktivitasnya lebih tinggi. Rata-rata produksi telur dalam setahun 261 butir/ekor (71,5%).<span class="fullpost"><br /><br />Produktivitas itu memang masih lebih rendah dibanding CV-2000 INA yang sempat populer di akhir 90-an.<br /><br />CV-2000 menghasilkan 275 butir/ekor/tahun. Namun, itik MA-2000 memiliki kelebihan: kerabang telur hijau kebiruan; CV-2000 berwarna putih. Konsumen dalam negeri menyukai telur berkerabang hijau.<br /><br />Berkat keistimewaan itu, para peternak menjuluki betina MA-2000 sebagai itik ratu. Sang ratu lahir dari persilangan alabio dan itik mojosari terpilih. ‘Parent stocknya berasal dari itik mojosari dan alabio yang telah diseleksi selama 5 generasi sejak 2000,’ ujar Dr L Hardi Prasetyo, peneliti itik ratu dari Balitnak.<br /><br />Maklum meski itik alabio adalah penghasil telur yang andal, tingkat keragaman produksinya cukup tinggi. Dalam 1 populasi ada kemungkinan 22-53% di antaranya berproduksi rendah. Oleh sebab itu, seleksi dilakukan agar itik yang dijadikan indukan memiliki gen penghasil telur dengan produktivitas tinggi.<br /><br />Dengan sifat-sifat unggul yang diturunkan induknya, wajar jika itik ratu bisa menghasilkan lebih banyak telur. Produktivitasnya pun cukup seragam. Pada puncak produksi, di minggu ke-16, itik yang bertelur mencapai 93,7%. Selain itu, itik ratu mulai bertelur umur 4,5-5 bulan, lebih cepat 2 minggu dibanding alabio dan 3 minggu dibanding mojosari. Semua keunggulan itu terjadi jika itik yang disilangkan adalah jantan mojosari dan betina alabio. Kombinasi sebaliknya, produktivitasnya lebih rendah.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Intensif</span><br /><br />Kehadiran itik ratu sebagai petelur unggul sangat dinantikan peternak komersial. Dengan produktivitas tinggi, biaya pakan yang dikeluarkan peternak tertutupi. Terbukti budidaya itik ratu mulai menghasilkan keuntungan setelah berproduksi selama 10 bulan. Padahal, masa produksinya hingga 2 tahun.<br /><br />Meski secara genetik unggul, peternak harus melakukan pemeliharaan itik ratu dengan baik. Di antaranya, meminimalisir faktor pemicu stres. Itik yang dikandangkan rawan stres jika ada gangguan. Oleh sebab itu, kandang itik sebaiknya dibuat di tempat yang relatif tenang, jauh dari kebisingan. Ini penting karena produktivitas itik yang stres bisa turun antara 10-20 %.<br /><br />Kondisi akan semakin parah jika itik sudah ‘mapan’ berproduksi. Pada umur produksi 6 bulan ke atas, Produktivitas itik baru bisa pulih 2 bulan kemudian. Namun, jika itik baru belajar bertelur, masa pemulihan bisa lebih cepat, hanya 2-3 hari. Itik yang stres ditandai dengan rontoknya bulu dada dan sayap. Jika bulu sayap rontok semua, itik akan berhenti berproduksi.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pakan</span><br /><br />Selain kondisi tempat, pakan yang berubah-ubah juga bisa memicu stres. Konsentrat buatan pabrik dicampur dedak dan jagung bisa mencukupi kebutuhan energi, protein kasar, dan serat kasar bagi itik.<br /><br />Namun, jagung yang diberikan ke itik tidak boleh disimpan terlalu lama. ‘Sebab, jamur Aspergillus flavus yang tak kasat mata bisa tumbuh, dan meracuni itik dengan aflatoksinnya,’ ujar Hardi. Tambahkan pakan berupa hijauan seperti kiambang atau azolla yang kaya vitamin dan dapat memekatkan warna kuning telur.<br /><br />Agar pakan irit, itik sebaiknya tidak dibiarkan membuang terlalu banyak energi. Pembuatan kolam yang luas di kandang merangsang itik untuk bermain dan berenang-renang. Akibatnya, energi dari pakan yang seharusnya disimpan untuk bertelur, justru terbuang percuma. Kolam kecil tetap dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan air minum itik dan membasahi bulu-bulunya saat udara panas.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Bibit</span><br /><br />Sayang ketersediaan bibit itik ratu masih terbatas. Ini karena MA-2000 adalah itik hibrida, sehingga telur yang dihasilkan tidak untuk dibibitkan lagi. Pembibitan harus dilakukan dengan menyilangkan parent stock.<br /><br />Penyedia terbanyak bibit itik ratu di Kalimantan Selatan. Di sana, itik yang rata-rata bobot telurnya 69,7 gram itu dikembangkan oleh Balai Pembibitan Ternak Unggul Kambing, Domba, dan Itik (BPTU KDI) Pelaihari. Saat ini, BPTU Pelaihari telah memiliki 3.500 induk.<br /><br />‘Kapasitas produksinya baru sekitar 10.000 DOD (day old duck, red) per bulan dengan harga jual Rp6.000/ekor,’ ujar Suyanto, kepala Seksi Jasa Produksi BPTU Pelaihari. Harga DOD parent stocknya Rp15.000/ekor. Selain di Kalimantan Selatan, itik yang memiliki alis mata mirip alabio dan paruh hitam mirip mojosari itu baru dibibitkan peternak di Kediri dan Blitar.<br /><br />Sumber: Trubus<br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-69032998016842883532009-04-07T02:28:00.000-07:002009-04-07T02:31:35.487-07:00Petani Tembakau Datangi Kantor Gubernur<div style="text-align: justify;">Dari 14 ribu lebih oven tembakau yang ada di Lombok 8.500 oven diantaranya ternyata belum dikonversi dari minyak tanah ke batubara, disamping itu kelanjutan subsidi pemerintah untuk minyak tanah omprongan tembakau juga semakin tidak jelas. <span class="fullpost"><br /><br />Hal ini mendorong ratusan petani tembakau dari kabupaten Lombok Timur berbondong-bondong mendatangi kantor Gubernur NTB di jalan Pejanggik Mataram guna menuntut kejelasan dari Pemprov NTB.<br /><br />Mereka (petani tembakau-red) merasa khawatir, apalagi masa musim tanam tembakau untuk tahun ini berakhir pada bulan Juni atau sekitar 3 bulan lagi. Sekjen Persatuan Petani Tembakau Lombok Timur, Ahmad Syarif Husen kepada WKS mengatakan bahwa para petani tembakau meminta kepada Gubernur NTB untuk membantu petani tembakau untuk mendapatkan minyak tanah bersubsidi karena para petani tidak mampu melaksanakan program pemerintah untuk mengkonversi minyak tanah ke batubara.<br /><br />Disamping itu diharapkan kepada Gubernur untuk menghimbau para pengusaha untuk membeli tembakau mereka dengan harga yang lebih tinggi, pasalnya menurut pengakuan para petani tembakau tersebut biaya tanam tembakau saat ini mengalami kenaikan. Menyikapi aksi para petani tembakau tersebut, akhirnya Gubernur NTB, K.H. Zainul Majdi melalui Asisten II bidang ekonomi dan pembangunan Setprov NTB, Muhammad Nur menerima Ahmad Syarif Husen beserta 5 orang perwakilan petani tembakau lainnya.<br /><br />Seuasai pertemuan tersebut, kepada WKS Ahmad Syarif menerangkan bahwa Pemprov NTB sedang berusaha mencari solusi yang terbaik untuk persoalan ini, Pemprov juga memberikan 2 buah opsi yakni menetapkan subsidi minyak tanah atau memberikan diskon harga untuk minyak tanah “kami menerima kedua opsi tersebut, manapun yang akan di pakai terserah, asalkan harus ada kepastian” terang Ahmad Syarif.<br /><br />Sumber: Sasak.Org<br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-63950115370373715052009-04-06T04:31:00.000-07:002009-04-06T04:41:57.277-07:00Pemuda Kayulian Beternak Itik Petelur<div style="text-align: justify;">Organisasi kepemudaan Rumah Desa; Pusat Pegembangan Sumber Daya Pemuda Pedesaan menjadi pemberi semangat bagi pemuda desa Kayulian Lombok Timur. Meraka sudah mulai melirik usaha-usaha mandiri untuk dikembangkan. Salah satunya beternak itik petelur.<span class="fullpost"><br /><br />Usaha ini mulai digeluti oleh Su'aidi, salah seorang pengurus Rumah Desa. Ia memulai usahanya dengan membeli sekitar 100 itik petelur. Dalam beberapa bulan, itik mahasiswa fakultas hukum Universitas Gunung Rinjani (UGR) ini langsung menikmati sekitar 80 telur per hari.<br /><br />"Ini adalah usaha yang prospektif, terutama bagi kita yang masih muda," katanya saat ditemui di kandang itiknya ketika sedang memberikan pakan bagi itik-itik kesayangannya itu.<br /><br />Su'aidi menghimbau kepada rekan-rekannya di Rumah Desa agar bersama-sama mengembangkan usaha yang tidak terlalu sulit ini. Sebab, prosuksi telur olehnya tak sesuai dengan permintaan yang sangat besar. (RD)<br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-46157414742763615982009-04-06T04:22:00.000-07:002009-04-10T12:23:24.819-07:00Kader Rumah Desa Ikuti Pendidikan Pemilih<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghI8X6sQJWhyphenhyphenDmp7q7sdNZfh_SkiOvfmhPCaa8gX49N_224U1kWIx2VmG_MCfeQSzVr6d5uV2Jv7rGp9a7MlZmoPXdKrzu0a1HZ0SCmYXkyI-SWTrIGtnrexiOz4GdMZaqB0CcMCnZfww/s1600-h/RD.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 200px; height: 94px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghI8X6sQJWhyphenhyphenDmp7q7sdNZfh_SkiOvfmhPCaa8gX49N_224U1kWIx2VmG_MCfeQSzVr6d5uV2Jv7rGp9a7MlZmoPXdKrzu0a1HZ0SCmYXkyI-SWTrIGtnrexiOz4GdMZaqB0CcMCnZfww/s200/RD.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5323145442253262114" border="0" /></a>Puluhan anggota Rumah Desa mengikuti pendidikan pemilih menyongsong Pemilu 2009 di Hotel Lombok Raya Mataram, Senin (30/03/2009). Acara tersebut diselenggarakan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Mataram yang bekerjasama dengan Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Depkominfo RI).<span class="fullpost"><br /><br />Menurut ketua Rumah Desa, Edy Kurniawan, acara tersebut sangat penting untuk diikuti oleh kader Rumah Desa. Lebih-lebih mereka umumnya adalah pemilih pemula. Pihaknya berharap agar kegiatan seperti itu rutin dilaksanakan menyongsong Pemilu 2009.<br /><br />"Kami juga berharap ada sosialisasi yang sama menjelang pemilihan presiden," katanya. (RD)<br /><br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-28396111703712074732009-04-02T22:54:00.000-07:002009-04-02T22:57:44.869-07:00Oven Tembakau Masih Butuh Mitan<div align="justify">Pengusaha tembakau Virginia Lombok belum semuanya melakukan konversi oven tembakau dari Minyak Tanah (MITAN) ke Batubara. Untuk itu mereka tetap membutuhkan pasokan MITAN bersubsidi dari pemerintah pusat.<span class="fullpost"><br /><br />Kuota minyak tanah untuk oven tembakau di NTB pada tahun sebelumnya adalah sebanyak 27 juta liter dari total 45 juta liter yang dibutuhkan. Jumlah ini untuk menghidupi 13.509 unit oven yang kebanyakan tersebar di Pulau Lombok. Sementara tahun ini saja, jumlah oven yang ada sudah mencapai 2500 buah, sehingga dibutuhkan tambahan kuota yang sangat besar.<br /><br />Untuk mengatasi masalah ini, Gubernur NTB, TGKH. Zainul Majdi, MA, telah meminta bantuan secara lisan ke pemerintah pusat, melalui Wapres RI Yusuf Kalla. Majdi berharap Departemen terkait bisa menindaklanjuti persetujuan Kalla dalam tataran teknis, sebagaimana yang terjadi tahun 2008 lalu. Penambahan kuota MITAN bersubsidi ini demi keberlanjutan usaha tani tembakau di Pulau Lombok yang sejauh ini memiliki andil besar dalam memasok bahan baku pabrik rokok<br /><br />Sumber: Sasak.Org<br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-85240818826092857702009-03-17T03:15:00.000-07:002009-03-17T03:16:39.594-07:00Pemberdayaan Masyarakat Desa<div style="text-align: justify;">Oleh : MG Ana Budi Rahayu<br />Sejak pemerintahan Orde Baru sampai sekarang, gonjang-ganjing mengenai peningkatan taraf hidup petani di pedesaan selalu mengalami dinamika. Apapun kebijakan pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup petani, seringkali menuai kritikan dan kontroversi dari berbagai pihak.<span class="fullpost"><br /><br />Banyak kalangan yang mengatakan petani sebagai "wong cilik" yang kehidupannya semakin tertindas dan harus menjadi tumbal atas kebijakan perekonomian pemerintah. Kita lihat kembali bagaimana kebijakan penentuan harga dasar gabah, pengurangan subsidi pupuk, mahalnya harga bahan bakar dan baru-baru ini kebijakan import yang dirasa tidak berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan petani.<br /><br />Disisi lain, pembangunan nasional juga menciptakan kesenjangan antara desa dan kota. Banyak peneliti yang sudah membuktikan bahwa pembangunan semakin memperbesar jurang antara kota dan desa. Sangat disadari, negara berkembang seperti Indonesia mengkonsentrasikan pembangunan ekonomi pada sektor industri yang membutuhkan investasi yang mahal untuk mengejar pertumbuhan. Akibatnya sektor lain seperti sektor pertanian dikorbankan yang akhirnya pembangunan hanya terpusat di kota-kota. Hal ini juga sesuai dengan hipotesa Kuznets, bahwa pada tahap pertumbuhan awal pertumbuhan diikuti dengan pemerataan yang buruk dan setelah masuk pada tahap pertumbuhan lanjut pemerataan semakin membaik. (Todaro, 2000) Faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan tersebut antara lain karena perbedaan pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, infrastruktur investasi, dan kebijakan (Arndt, 1988).<br /><br />Dewasa ini, telah banyak para ahli pembangunan masyarakat pedesaan yang mengangkat permasalahan ini ke permukaan. Karena sesungguhnya yang terjadi petani tetap miskin, sebab persoalan yang berkaitan dengan produksi seperti kapasitas sumber daya manusia, modal, dan kebijakan tetap sama dari tahun ke tahun walaupun bentuknya berbeda. Studi mengenai kemiskinan pedesaan oleh Sarman dan Sajogyo (2000) menunjukkan bahwa untuk daerah pedesaan di Sulteng mencapai 48,08% sementara untuk perkotaan sekitar 12,24%. Studi ini menggunakan pendekatan jisam (kajian bersama) sehingga kriteria kemiskinan sangat lokalistik berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan kepemilikan masyarakat.<br /><br />Banyak proyek/program pemerintah yang sudah dilakukan untuk mendorong pembangunan perekonomian masyarakat pedesaan. Proyek/program tersebut dilakukan masing-masing departemen maupun antar departemen. Pada umumnya proyek-proyek yang digulirkan masih pada generasi pemberian bantuan fisik kepada masyarakat. Baik berupa sarana irigasi, bantuan saprotan, mesin pompa, pembangunan sarana air bersih dan sebagainya. Kenyataannya, ketika proyek berakhir maka keluaran proyek tersebut sudah tidak berfungsi atau bahkan hilang. beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan proyek tersebut antara lain, yaitu: (1) ketidaktepatan antara kebutuhan masyarakat dan bantuan yang diberikan (2) paket proyek tidak dilengkapi dengan ketrampilan yang mendukung (3) tidak ada kegiatan monitoring yang terencana (4) tidak ada kelembagaan di tingkat masyarakat yang melanjutkan proyek.<br /><br />Belajar dari berbagai kegagalan tersebut, generasi selanjutnya proyek-proyek mulai dilengkapi dengan aspek lain seperti pelatihan untuk ketrampilan, pembentukan kelembagaan di tingkat masyarakat, keberadaan petugas lapang, melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Atau dengan kata lain beberapa proyek dikelola dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, hasil proyek lebih lama dimanfaatkan oleh masyarakat bahkan berkembang memberikan dampak positif.<br /><br />Pemberdayaan adalah bagian dari paradigma pembangunan yang memfokuskan perhatiannya kepada semua aspek yang prinsipil dari manusia di lingkungannya yakni mulai dari aspek intelektual (Sumber Daya Manusia), aspek material dan fisik, sampai kepada aspek manajerial. Aspek-aspek tersebut bisa jadi dikembangkan menjadi aspek sosial-budaya, ekonomi, politik, keamanan dan lingkungan.<br /><br />Telaah lebih lanjut paper ini adalah bagaimanakah peran pemberdayaan masyarakat desa dalam program-program pemerintah untuk peningkatan pendapatan. Kemudian seberapa besarkah kegiatan ekonomi masyarakat desa mendukung perekonomian nasional. Topik tersebut masih relevan untuk dibahas bagi agenda pembangunan ekonomi Indonesia ke depan, mengingat keberadaan masyarakat desa dari sisi kualitas dan kuantitas menjadi peluang dan tantangan.<br /><br />Sumber : www.binaswadaya.org<br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-36654851346960542462009-03-17T03:13:00.000-07:002009-03-17T03:14:50.917-07:00Optimalisasi Desa Tekan UrbanisasiOleh : Donald Around Mantiri<br /><div style="text-align: justify;">Mudik Lebaran sudah menjadi tradisi bagi sebagian besar masyarakat bangsa Indonesia. Namun, di balik tradisi tersebut selalu saja memberikan tambahan pekerjaan rutin tahunan kepada pemerintah.<span class="fullpost"><br /><br />Beberapa kota besar seperti Jakarta diperkirakan tidak kurang tiap tahun sekitar 200 ribu penduduk tambahan datang menyerbu. Walaupun telah diatur dalam perda No 4 Tahun 2004 yang mengatur tentang warga pendatang peraturan tersebut tidak dapat membendung gelombang para pendatang baru di Jakarta.<br /><br />Hal tersebut membuat Pemerintah Daerah DKI Jakarta tahun 2008 akhirnya mengultimatum bagi setiap pendatang ikutan dengan memberlakukan sweepping dengan sanksi dipulangkan paksa ke daerah asalnya yang akhirnya mengundang Komnas HAM memberikan respon terhadap langkah preventif Pemerintah Daerah DKI.<br /><br />Besaran arus urbanisasi nyaris berbanding lurus dengan arus mudik pada tahun 2008 ini. Membesarnya arus urbanisasi, menurut Michael Lipton (1977), merupakan refleksi kegagalan ekonomi di desa yang ditandai sulitnya mencari lowongan pekerjaan dan gagalnya revitalisasi pertanian yang ditandai maraknya alih fungsi lahan sebagai push factors.<br /><br />Di sisi lain daya tarik kota dengan penghasilan tinggi sebagai pull factors. Dalam teori pasar kerja preferensi itu logis sehingga berimplikasi pada besarnya suplai tenaga kerja di perkotaan. Masalahnya disparitas ekonomi antar wilayah perkotaan dengan pedesaan memunculkan "urbanisasi prematur".<br /><br />Otonomi daerah harus menekan laju urbanisasi. Peningkatan arus urbanisasi ini terdorong karena belum optimalnya implementasi UU Otoda Nomor 22 Tahun 2004 di mana pemerintah daerah belum berhasil menyediakan lapangan pekerjaan di pedesaan-pedesaan sehingga kota-kota besar menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat pedesaan.<br /><br />Hal itu diakibatkan karena pemerintah daerah gagal di dalam menterjemahkan peluang dan potensi daerahnya. Sentralisme ekonomi dan komersialisasi pembangunan menjadikan pergerakan ekonomi berkutat di kota-kota besar. Apabila ini dibiarkan akan menjadi bom waktu yang ditimbulkan akibat dari dampak urbanisasi.<br /><br />Oleh karena itu perlu dilakukan revitalisasi kelembagaan pada tingkat operasional, optimalisasi sumber daya, dan pengembangan sumber daya manusia pelaku usaha dan pemerintah daerah dalam implementasi Otonomi Daerah.<br /><br />Keleluasaan dalam regulasi yang memproteksi petani dan usaha kecil di mana indikator-indikator tersebut diharapkan mampu meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas serta merespons permintaan pasar dan memanfaatkan peluang usaha.<br /><br />Selain bermanfaat bagi peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan pada umumnya upaya tersebut juga dapat menciptakan diversifikasi perekonomian pedesaan yang pada gilirannya meningkatkan sumbangan dalam pertumbuhan perekonomian regional dan nasional.<br /><br />Dengan begitu akan menekan arus urbanisasi karena adanya keseimbangan ekonomi antara kota dan desa dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang ragam dengan demikian tujuan dari pada otonomi daerah dapat mencapai sasaran.<br /><br />Selain masyarakat pedesaan yang sejahtera hal tersebut tentu saja menekan laju arus urbanisasi. Karena motif ekonomi telah dapat dijawab dengan tersedianya kesempatan kerja dan peluang usaha di pedesaan.<br /><br />Sumber : www.detik.com<br /><br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-28665887696844233402009-03-17T02:04:00.000-07:002010-06-25T13:51:02.563-07:00PengurusSUSUNAN PENGURUS<br />RUMAH DESA: Pusat Pengembangan Sumber Daya Pemuda Pedesaan<br />Periode 2009 - 2012<span class="fullpost"><br /><br />DEWAN PEMBINA<br />Ketua : Drs. H. Kedan, M.Pd<br />Anggota : Udin, S.Pd<br /> Ishak, A.Md<br /> Sahir, S.Pd<br /> Mas’at, SH.<br /> Hj. Minerah, A.md<br /> Zulkurnain, SE<br /><br /><br />DEWAN PENGURUS<br />Ketua : Edi Kurniawan<br />Sekretaris : Muhammad Nur Zaini<br />Bendahara : Suparman<br /><br />Bidang Pengembangan Organisasi<br />Koordinator : Marzuki<br />Anggota : Sapoan<br /> Akmaludin<br /> Agus Hardisnsyah Pratama<br /> Muhibbullah<br /><br />Bidang Pendidikan dan Pelatihan<br />Koordinator : Syaiful Bahri, A.md<br />Anggota : Zulkarnain, SE<br /> Dian Wahyunita<br /> Heriawan Paozi<br /> Fihirudin<br /><br />Bidang Informasi dan Penguatan Jaringan<br />Koordinator : Muhlis Hasim, M.Si<br />Anggota : Su’aidi<br /> Suherman<br /> Didi Wahyudi<br /> Rosidi<br /><br />Bidang Pengembangan Usaha<br />Koordinator : Rosidi, SE<br />Anggota : Muhamin Jayadi<br /> Mursidi<br /> Jupriadi<br /> Dedi Susanto<br /><br />Bidang Pemberdayaan Perempuan Pedesaan<br />Koordinator : Muspiati Fajri, S.P<br />Anggota : Minerah<br /> Suryanti<br /> Ely Harmayanti<br /> Sulastri Devi Anggari<br /></span>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8318649197190577353.post-8155026829844444872009-03-17T01:49:00.000-07:002010-06-25T13:41:01.570-07:00COMPANY PROFILE<div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold;">KELEMBAGAAN</span><br /><br />Rumah Desa; Pusat Pengembangan Sumber Daya Pemuda Pedesaan didirikan pada tanggal 24 Januari 2009 / 28 Muharam 1430 H di Pendem Desa Pringgajurang Kec. Motong Gading Lombok Timur. Lembaga ini didirikan untuk menampung minat dan bakat pemuda pedesaan untuk dapat tersalurkan secara terorganisir dan terarah.<span class="fullpost"><br /></span><br /><span style="font-weight: bold;">PENDIRI</span><br />1. Drs. H. Kedan, M.Pd<br />2. Udin, S.Pd<br />3. Ishak, A.Md<br />4. Sahir, S.Pd<br />5. Mas’at, SH<br />6. Mukhlis Hasyim, M.Si<br /><br /><span class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">ALAMAT SEKRETARIAT</span><br /><br />Pendem Desa Pringgajurang Kec. Montong Gading Lombok Timur NTB 83663, Email: rumahdesa2009@gmail.com, Website: www.rumah-desa.blogspot.com<br /><br /><span style="font-weight: bold;">LEGALITAS</span><br /><br />Akte Notaris pendirian<br />Notary: Syekh Alkaff, SH. Jl. Pejanggik No. 63 Selong Lombok Timur<br />Nomor: No. 49<br />Tanggal: 11 Februari 2009<br /><br />REKENING<br />Bank: BRI Cabang 4740 (Unit Terara Selong)<br />Nomor: 4740-01-009263-53-4<br />Atas Nama: Rumah Desa<br /><br /><span style="font-weight: bold;">LATAR BELAKANG</span><br /><br />Pemuda sebagai salah satu komponen bangsa merupakan unsur penting dalam pembangunan masyarakat Indonesia. Maka pemuda bertanggung jawab dalam keikutsertaannya membangun desa melalui pengembangan potensi individu. Lebih-lebih sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan yang persebarannya sampai di desa terpencil. Tetapi pemuda pedesaan seringkali tidak mampu berbuat apa-apa akibat kurangnya akses informasi termasuk pembinaan.<br /><br />Akibatnya, potensi-potensi pemuda pedesaan tidak dapat tersalurkan secara baik. Negatifnya, arus globalisasi yang dibawa melalui media seperti televisi telah menciptakan prilaku negatif. Hal ini diakibatkan oleh ketidaksiapan mereka dalam menangkap perkembangan zaman dan input yang tidak seimbang. Di satu sisi mereka dituntut untuk mengkonsumsi perkembangan peradaban, tetapi di sisi lain, sumber daya mereka memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengimbanginya.,<br /><br />Dalam kondisi semacam ini, diperlukan adanya sentuhan langsung untuk melakukan pembinaan, minimal dengan memfasilitasi pengembangan dasar-dasar sumber daya yang telah dimiliki untuk diimplementasikan secara positif. Rumah Desa; Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia lembaga yang mengambil bagian dalam upaya tersebut. Lembaga ini diinisiasi langsung oleh para pemuda yang berasal dari pedesaan. Dengan demikian, Rumah Desa akan memahami dengan baik, problematika dan kebutuhan pemuda pedesaan lainnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">V I S I</span><br /><br />Mewujudkan kemandirian pemuda pedesaan, untuk menuai masa depan yang lebih cemerlang<br /><br /><span style="font-weight: bold;">M I S I</span><br /><br />1. Belajar bersama untuk pencerahan<br />2. Berkreasi bersama untuk keahlian<br />3. Bangkit bersama menuju perubahan<br /><br /><span style="font-weight: bold;">PROGRAM</span><br /><br />1. Pendidikan dan pelatihan keterampilan<br />2. Pembinaan profesi dan ketenagakerjaan<br />3. Pembuatan system informasi terpadu<br /><br /><span style="font-weight: bold;">SASARAN</span><br /><br />Sasaran utama adalah pemuda yang tinggal di daerah pedesaan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">SIFAT</span><br /><br />Kepemudaan, kebersamaan, persaudaraan, kekeluargaan dan independen<br /><br /><span style="font-weight: bold;">PENDANAAN</span><br /><br />Swadaya anggota, masyarakat, bantuan pemerintah dan pihak-pihak lain yang halal dan tidak mengikat.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">KOMPETENSI</span><br /><br />1. Pengembangan Minat dan Bakat Pemuda Pedesaan<br />2. Pemberdayaan sosial ekonomi pemuda pedesaan<br />3. Pelatihan keterampilan<br />4. Pendampingan/technical assistance<br />5. Kemitraan dan networking<br />6. Teknologi informasi<br /><br /><span style="font-weight: bold;">SUSUNAN KEPENGURUSAN</span><br /><br />DEWAN PEMBINA :<br />Ketua: Drs. H. Kedan, M.Pd<br />Anggota: Udin, S.Pd<br />Ishak<br />Sahir, S.Pd<br />Mas’at, SH.<br />Hj. Minerah, A.md<br />Zulkurnain, SE<br /><br />DEWAN PENGURUS<br />Ketua: Edi Kurniawan<br />Sekretaris: Muhammad Nur Zaini<br />Bendahara: Suparman<br /><br />Bidang Pengembangan Organisasi<br />Koordinator: Marzuki<br />Anggota: Sapoan<br />Akmaludin<br />Agus Hardisnsysh Pratama<br /><br />Bidang Pendidikan dan Pelatihan<br />Koordinator: Syaiful Bahri, A.md<br />Anggota: Zulkarnain, SE<br />Dian Wahyunita<br />Heriawan Paozi<br /><br />Bidang Informasi dan Penguatan Jaringan<br />Koordinator: Muhlis Hasim, M.Si<br />Anggota: Su’aidi<br />Rosidi<br />Didi Wahyudi<br /><br />Bidang Pengembangan Usaha<br />Koordinator: Suherman<br />Anggota: Muhamin Jayadi<br />Mursidi<br />Jupriadi<br />Dedi Susanto<br /><br />Bidang Pemberdayaan Perempuan<br />Koordinator: Muspiati Fajri, S.P<br />Anggota: Minerah<br />Suryanti<br />Sulastri Devi Anggari<br /><br /></span></div>Rumah Desahttp://www.blogger.com/profile/17191055529480749882noreply@blogger.com0