Tuesday 17 March 2009

Optimalisasi Desa Tekan Urbanisasi

Oleh : Donald Around Mantiri

Mudik Lebaran sudah menjadi tradisi bagi sebagian besar masyarakat bangsa Indonesia. Namun, di balik tradisi tersebut selalu saja memberikan tambahan pekerjaan rutin tahunan kepada pemerintah.

Beberapa kota besar seperti Jakarta diperkirakan tidak kurang tiap tahun sekitar 200 ribu penduduk tambahan datang menyerbu. Walaupun telah diatur dalam perda No 4 Tahun 2004 yang mengatur tentang warga pendatang peraturan tersebut tidak dapat membendung gelombang para pendatang baru di Jakarta.

Hal tersebut membuat Pemerintah Daerah DKI Jakarta tahun 2008 akhirnya mengultimatum bagi setiap pendatang ikutan dengan memberlakukan sweepping dengan sanksi dipulangkan paksa ke daerah asalnya yang akhirnya mengundang Komnas HAM memberikan respon terhadap langkah preventif Pemerintah Daerah DKI.

Besaran arus urbanisasi nyaris berbanding lurus dengan arus mudik pada tahun 2008 ini. Membesarnya arus urbanisasi, menurut Michael Lipton (1977), merupakan refleksi kegagalan ekonomi di desa yang ditandai sulitnya mencari lowongan pekerjaan dan gagalnya revitalisasi pertanian yang ditandai maraknya alih fungsi lahan sebagai push factors.

Di sisi lain daya tarik kota dengan penghasilan tinggi sebagai pull factors. Dalam teori pasar kerja preferensi itu logis sehingga berimplikasi pada besarnya suplai tenaga kerja di perkotaan. Masalahnya disparitas ekonomi antar wilayah perkotaan dengan pedesaan memunculkan "urbanisasi prematur".

Otonomi daerah harus menekan laju urbanisasi. Peningkatan arus urbanisasi ini terdorong karena belum optimalnya implementasi UU Otoda Nomor 22 Tahun 2004 di mana pemerintah daerah belum berhasil menyediakan lapangan pekerjaan di pedesaan-pedesaan sehingga kota-kota besar menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat pedesaan.

Hal itu diakibatkan karena pemerintah daerah gagal di dalam menterjemahkan peluang dan potensi daerahnya. Sentralisme ekonomi dan komersialisasi pembangunan menjadikan pergerakan ekonomi berkutat di kota-kota besar. Apabila ini dibiarkan akan menjadi bom waktu yang ditimbulkan akibat dari dampak urbanisasi.

Oleh karena itu perlu dilakukan revitalisasi kelembagaan pada tingkat operasional, optimalisasi sumber daya, dan pengembangan sumber daya manusia pelaku usaha dan pemerintah daerah dalam implementasi Otonomi Daerah.

Keleluasaan dalam regulasi yang memproteksi petani dan usaha kecil di mana indikator-indikator tersebut diharapkan mampu meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas serta merespons permintaan pasar dan memanfaatkan peluang usaha.

Selain bermanfaat bagi peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan pada umumnya upaya tersebut juga dapat menciptakan diversifikasi perekonomian pedesaan yang pada gilirannya meningkatkan sumbangan dalam pertumbuhan perekonomian regional dan nasional.

Dengan begitu akan menekan arus urbanisasi karena adanya keseimbangan ekonomi antara kota dan desa dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang ragam dengan demikian tujuan dari pada otonomi daerah dapat mencapai sasaran.

Selain masyarakat pedesaan yang sejahtera hal tersebut tentu saja menekan laju arus urbanisasi. Karena motif ekonomi telah dapat dijawab dengan tersedianya kesempatan kerja dan peluang usaha di pedesaan.

Sumber : www.detik.com

0 comments:

Post a Comment